Hidramnion atau poli hidramnion adalah
suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban
melebihi dari batas normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah
sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas
dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion ini adalah kebalikan
dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air ketuban.
Hidramnion
derajat ringan sampai sedang yaitu 2 sampai 3 liter, relative sering
dijumpai. Karena cairan sulit dikumpulkan dan diukur secara lengkap,
diagnosis biasanya ditegakkan secara klinis dan dikonvirmasi dengan
perkiraan sonografik. Frekuensi deagnosis cukup bervariasi dengan
pemeriksa yang berbeda.
KAUSA HIDRAMNION
Derajat hidramnion
serta prognosisnya berkaitan dengan penyebabnya. Banyak laporan yang
mengalami bias signifikan karena berasal dari pengamatan terhadap
wanita-wanita yang dirujuk untuk menjalani evaluasi ultrasonografi
terarah. Penelitian-penelitian lainnya berbasis populaso, tetepi mungkin
masih belum mencerminkan insidensi yang sebenarnya kecuali apabila
dilakukan penapisan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun
hidramnion yang jelas adalah patologis yang sering berkaitan dengan
malformasi janin, sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar
separuh kasus anensefalus dan atresia esophagus. Secara spesifik, pada
hamper separuh kasus hidramnion sedang dan berat, ditemukan adanya
anomaly janin. Satu temuan yang cukup menarik adalah bahwa sebagian
besar ganguan perinatal terjadi pada wanita nondiabetik yang mengalami
hidarmnion.
PATOGENESIS
Pada
awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya
sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan,
pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui
amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin
mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk.
1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti
secara bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada
kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama
cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada
amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam
keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme
ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini
dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi
apabila janin yidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus.
Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion.
Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan
bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin menelan cairan amnion
dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada kasus anensefalus dan spina
bifida, factor etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi
cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan
lain yang mungkin pada anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan
menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di
serebrospinal yang tidak terlindungi atau berkurangnya efek antidiuretik
akibat gangguan sekresi arginin vasopresin. Hal yang sebaliknya telah
dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu
menyebabkan oligohidramnion.
Pada hidramnion yang terjadi pada
kahamilan monozigot, diajurkan hipotesis bahwa salah satu janin merampas
sebagian besar sirkulasi bersama dan mengalami hipertrofi jantung, yang
pada gilirannya menyebabkan peningkatan keluaran urin. Naeye dan Blanc
(1972) menemukan pelebaran tubulus ginjal, pembesaran kandung kemih, dan
peningkatan keluaran urin pada masa neonatus dini, yang mengisyaratkan
bahwa hidramnion disebabkan oleh peningkatan produksi urin janin.
Sebaliknya, donor dari pasangan transfuse transplsenta parabiotik
mengalami penciutan tubulus ginjal disertai oligohidramnion.
Hidramnion
yangs erring terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga
masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannaya adalah bahwa
hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan
diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air
ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan
status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan
produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan
control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada
wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada
wanita diabetic.
GEJALA
Gejala
utama yang menyertai hidramnion terjadi semata-mata akibat factor
mekanis dan terutama disebabkan oleh tekanan di dalam dan disekitar
uterus yang mengalami overdistensi terhadap organ-organ di dekatnya.
Apabila peregangannya berlebih, ibu dapat mengalami dispnea dan, pada
kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas apabila dalam posisi tegak.
Sering terjadi edema akibat penekanan system vena besar oleh uterus yang
sangat besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding
abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi oliguria berat akibat obstruksi
ureter oleh uterus yang sangat besar.
Pada hidramnion kronik,
penimbunan cairan berlangsung secara berhadap dan wanita yang
bersangkutan mungkin mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan tanpa
banyak mengakami rasa tidak nyaman. Namun, pada hidramnion akut,
distensi dapat menyebabkan gangguan yang cukup serius dan mengancam.
Hidramnion akut cenderung muncul pada kahamilan dini dibandingkan dengan
bentuk kronik, pada minggu ke 16 sampai 20, dan dapat dengan cepat
membesar uterus yang hipertonik sehingga ukurannya menjadi sangat besar.
Biasanya hidramnion akut menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28
minggu, atau gejala dapat menjadi sedemikian parah sehingga harus
dilakukan intervensi. Pada sebagian kasus hidramnion kronik, beberapa
pada hidramnion akut, tekanan air ketuban tida terlalu tinggi
dibandingkan dengan pada kehamilan normal.
DIAGNOSIS
Gambaran
klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai
kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan dalam mendenar
denyut jantung janin. Pada kasus berat, dinding uterus dapat sedemikain
tegang sehingga bagian-bagian janin tidak mungkin diraba.
Perbedaan
antara hidramnion, asites atau kista ovarium yang biasanya mudah
dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah
besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat
besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta . kadang-kadang
mungkin dijumpai kelinan, atau anomaly saluran cerna.
HASIL KEHAMILAN
Secara
umum, semakin berat derajat hidramnion, semakin tinggi akngka kemntian
perinatal. Prognosis untuk bayi pada kehamilan denagn hidramnion berat
adalah buruk. Bahkan apabila sonografi dan sinar-X memperlihatkan janin
yang tampak normal, prognosis masih dubia, karena melformasi janin dan
kelinan kromosom sering dijumpai. Furman dkk. (2000) melaporkan
peningkatan bermakana hasil perinatal yang merugikan apabila hidramnion
disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. Mortalitas perinatal semakin
meningkat pada pelahiran preterm, bahkan apabila janinnya normal.
Eritroblastosis, kesulitan-kesulitan yan dihadapi oleh bayi dari ibu
diabetic, prolaps tali pusat saat selaput ketuban pecah, dan solusio
plasenta sewaktu ukuran uterus berkurang secara cepat, semakin
memperburuk hasil.
Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan
oleh hidramnion dalah solusio plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan
postpartum. Pemisahan dini plasenta yang luas kadang-kadang terjadi
setelah air ketuban keluar dalam jumlah besar kerena berkurangnya luas
bagian uterus di bawah plasenta. Disfunfsi uterus dan perdarahan
postpartum terjadi akibat atonia uterus karena overdistensi. Kelianan
presentasi janin dan intervensi operasi juga lebih sering terjadi.
PENATALAKSANAAN
Hidramnion
derajat ringan jarang memerlukan terapi. Bahkan yang derajat sedang
dengan sedikit gangguan biasanya depat ditangani tanpa intervensi sampai
terjadi persalinan atau sampai selaput ketuban pecah spontan. Apabila
terjadi dispnea atau nyeri abdomen, atau pabila rawat jalan sulit,
pesian perlu dirawat inap. Tirah baring jarang berpengaruh, dan
pemberian diuretika serta pembatasan air dan garam juga biasanya kurang
efektif. Baru-baru ini diakukan terapi indometasin untuk hidramnion
simtopatik.
OLIGOHIDRAMNION
Pada
kasus-kasus yang jarang volume air ketuban dapat turun di bawah batas
normal dan kadang-kadang menyusut sehingga hanya beberapa ml cairan
kental. Penyebab keadaan ini belum belum sepenuhnya dipahami. Secara
umum, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang dan sering
memiliki prognosis buruk. Akibat berkurangnya cairan, risiko kopresi
tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua
persalinan, tetapi terutama pada kehamilan pastterm.
0 komentar:
Posting Komentar