A. DEFENISI
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik,
anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena
pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
(http://medicafarma.blogspot.com)
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan
oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar
Zulkarnain, 1999). Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat
akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai
dengan demam, anemia dan splenomegali.
B. ETIOLOGI
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.
Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax
menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium
falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat),
malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan
malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.
(Nelson, 1999)
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang
terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari
skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua
hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2
minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
2. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua
hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu
setela infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
3. Plasmodium malariae ( malaria kuartana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara
18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian
akan terulang kembali setiap 3 hari )
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
4. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua
hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu
setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
D.PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam
darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada
bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
b. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.
c. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
d. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini
mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody.
Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam
dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan.
(http://medicafarma.blogspot.com)
E. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada
keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada
malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan
eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses
imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis
pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang
menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast.
Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis,
polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia
pernisioasa. Juga dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu
proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun
yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya
koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan
bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal
seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar
glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama
albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya
disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi
hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa
penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah
dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan
kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam,
mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada
malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.
2. Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari
penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic
malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan
kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali
dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa
malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat
dilakukan melalui :
1) Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan
dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang
pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila
setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali
tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal
dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50
merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b). Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis
plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan
parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat
dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel
darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan
infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa
penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau
Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk
antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes
sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH)
dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai
95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes
ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat
minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab
antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes
serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring
donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test
> 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat
memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian
dan belum untuk pemeriksaan rutin.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering
disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa
gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak
imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10
% pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya
merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan
satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan
kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale)
ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau
miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine
kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada
anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> C:8).10
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan
karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan malaria dapat dilakukan dengan memberikan obat antimalari. Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1.kuinin (kina)
2.mepakrin
3.klorokuin, amodiakuin
4.proguanil, klorproguanil
5.Primakuin
6.pirimetamin
7.sulfon dan sulfonamide
8.kuinolin methanol
9.antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria
terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam
5 golongan yaitu :
1 Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium
praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam
eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya
adalah proguanil, pirimetamin.
2 Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus
eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan
radikal sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.
3 Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang
berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini
digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan
juga dapat membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P.
ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya
adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin
yang mempunyai efek terbatas.
4 Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk
gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida
untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai
gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5 Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah
untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat –
obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA
A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
• Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
• Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
• Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat
dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan
aliran darah.
3. Eliminasi
• Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
• Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
• Gejala : Anoreksia mual dan muntah
• Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
• Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
• Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
• Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
• Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/ pembelajaran
• Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur
invasif, luka traumatik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda
dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes,
Moorhouse dan Geissler, 1999):
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam
tubuh.
5. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
• Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan
catat masukan makanan klien. Rasional : mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
• Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Rasional :
Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat
setelah periode anoreksia
• Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur. Rasional :
Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
• Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni. Rasional :
Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
• Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang
berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia
(hipoksia) pada organ
• Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Rasional : Perlu
bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/ Intervensi :
• Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh. Rasional : Demam
disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah
tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/
penurunan perfusi jaringan.
• Amati adanya menggigil dan diaforosis. Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
• Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk
memperbaiki selama masa terapi. Rasional : Dapat menunjukkan ketidak
tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
• Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk. Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
• Dapatkan spisemen darah. Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
• Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil. Rasional :
Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam
menunjukkan diagnosis.
• Pantau suhu lingkungan. Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
• Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
• Berikan antipiretik. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
• Berikan selimut pendingin. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam
tubuh
Tindakan/ intervensi :
• Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan. Rasional :
Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan
efektifitas dari perfusi jaringan.
• Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan
hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi. Rasional : Hipotensi akan
berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
• Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer. Rasional : Pada
awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah
atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung
dan vaso kontriksi perifer.
• Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea
berat. Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap
efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi
dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko
kegagalan pernafasan akut.
• Berikan cairan parenteral. Rasional : Untuk mempertahankan perfusi
jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung
volume sirkulasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tindakan/ intervensi:
• Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
• Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek
samping dan ketaatan terhadap program. Rasional : Meningkatkan pemahaman
dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya
komplikasi.
• Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan
seimbang. Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan
umum.
• Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal. Rasional :
Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
• Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Rasional :
Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah
penyebab penyakit yang ada.
• Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
• Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.
0 komentar:
Posting Komentar