Askep Pada Pasien Pneumonia

Kamis, 11 Oktober 2012
 A. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
B. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
  •  Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
  • Virus: virus influenza, adenovirus
  • Micoplasma pneumoni
  • Jamur: candida albicans
  •  Aspirasi: lambung
Askep pada Pneumonia 300x200 Askep pada Pasien Pneumonia
C. Patofisiologi Pneumonia
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek¬ ret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu¬ noglobulin A (IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis (bron¬kopneumonia) dan (3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pembagian etiologis : (1) bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae, Ba¬cillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis. (2) virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik. (3) Mycoplasma pneumo- ‘ niae (4)jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomy¬ces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom Loeffler. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan te-pat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pemba¬gian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
1. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengu¬rang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
b. Patogenesis Pneumonia
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara perci¬kan (‘droplet’). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu: (1) Stadium kongesti: kepiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti he¬par. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak se¬kali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kela¬bu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneu¬tpaonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadiumn khas ini tidak terli¬hat.
c. Gambaran klinis Pneumonia
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, disp¬nu. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan siano¬sis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk se¬telah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada sta¬dium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada bronkop-neumonia, hasil pemeriksaan tisis tergantung daripada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkop¬neumonia menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolu¬si, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
2. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris kontinua. Nafas menjadi sesak, diser¬tai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri pada da¬da. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Batuk mula-mula kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisis, gejala khas tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring akan terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi. Kemudian pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernafasan sub-bronkial sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar lebih jelas. Pada inspeksi dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa pengobat¬an bisa terjadi penyembuhan dengan krisis sesudah 5-9 hari.
a. Pemeriksaan Rontgen toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemu¬kan secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat di¬dapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjuk¬kan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergesaran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usa¬pan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mung¬kin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hia¬lin.
c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang di¬sebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Keada¬an yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dili¬hat.
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di¬turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
f. Pengobatan dan penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, te¬tapi berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfeniko150 – 75 mg/kgbb/hari atau di¬berikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengoba¬tan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang sangat se¬sak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya cairan yang di¬perlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena temyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan ke¬kurangan basa sebanyak – 5 mEq.
3. Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pen¬gobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi abses paru (abses multipel), pneumatokel, ‘tension pneumothorax’ atau empiema. Pengobatan diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya perjalanan penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas yang kiranya belum resis¬ten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat penisilinase, dapat diberikan kloksasilin atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada perbaikan klinis dan menurut pengalaman rata-rata 3 minggu.
4. Pneumonia streptokokus
Grup A Streptococcus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan pneu¬monia. Pneumonia streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi bakteri lain seperti pertusis, pneu¬mania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.
5. Pneumonia bakteria gram negatif
Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah Hemo¬philus influenzae, basil Friedlander (Klebsiella pneumoniae) dan Pseudomonas aeruginosa. Angka kejadian pneumonia ini sangat rendah (kurang dari 1%), akan tetapi mulai meningkat selama beberapa tahun ini karena penggunaan antibioti¬ka yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit seperti ‘humidifier’, alat oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat ditentukan de¬ngan biakan. Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada bayi dan anak kecil merupakan penyakit yang berat dan sering menimbulkan kompli¬kasi seperti bakteremia, empiema, perikarditis, selulitis dan meningitis. Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150 mg/kgbb/hari dengan kloramfeni¬kol.
6. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes melitus, bronkiektasis dan tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini karena konta¬minasi alat di rumah sakit. Penyakit ini dapat menjadi progresif dan menimbul¬kan abses dan kavitas. Komplikasi seperti empiema, bakteremia biasanya juga di¬jumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah kanamisin 7,5 mg/kgbb/12 jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
7. Pneumonia psendomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia berat, progresif disertai dengan nekrosis dan biasanya menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi.
E. Manifestasi Klinis
  • Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5ºsampai 40,5 ºC).
  • Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
  • Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung
  • Nadi cepat dan bersambung
  • Bibir dan kuku sianosis
  • Sesak nafas
F. Komplikasi
  •     Efusi pleura
  • Hipoksemia
  • Pneumonia kronik
  • BronkaltasisAtelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps)
  •  Komplikasi sistemik (meningitis)
G. Pemeriksaan Penunjang
  •   Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
  •  Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
  • Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
  • Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
  • Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
  • Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
  •  Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
  •  Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
  •  Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
  • Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma
  • Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
  • Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
  • Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
Konsep Askep pada Pasien Pneumonia
A. Pengkajian
1.  Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
  2.  Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
   3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi).
  4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
  • Sputum: merah muda, berkarat
  • Perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
  • Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
  • Bunyi nafas menurun
  • Warna: pucat/sianosis bibir dan kuk
  7.  Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.
B. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan
C. Intervensi
C1.  Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik :
Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis.
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
  • Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
  • Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC
  • Laju nafas dalam rentang normal
  •  Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Intervensi
1.  Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas.
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan.        Lakukan 2. Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
3.  Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
4. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
5.  Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
7. Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan.
C2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan
Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan :
Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
  •  Intake adekuat, baik IV maupun oral
  • Tidak adanya letargi, muntah, diare
  •  Suhu tubuh dalam batas normal
  • Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020
Intervensi :
1. Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
3. Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
4. Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum.
DAFTAR PUSRAKA
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius
Nanda. (2007). Diagnose Nanda: Nic dan Noc.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika. Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba Medika, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar