Asuhan Keperawatan Bronkitis

Sabtu, 29 September 2012

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Bronkitis adalah penyakit pernapasan obstruktif yang sering dijumpai yang disebabkan oleh peradangan bronkus. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri atau inhalasi iritan misalnya asap rokok dan zat-zat kimia yang terdapat dalam polusi udara.

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.

2. ETIOLOGI

 Bronkitis akut
Bronkitis akut mungkin sebagai akibat cedera bahan kimia secara langsung dari polutan udara, seperti asap, sulfur dioksida dan klorin.

 Bronkitis kronik
Tidak dapat diingkari bahwa bronkitis kronik hampir seluruhnya disebabkan oleh merokok. Di Inggris, sebelum Undang-undang Udara Bersih tahun 1956, polusi udara kota merupakan faktor yang signifikan. Tetapi insiden bronkitis kronik dalam waktu lebih dari 10 tahun tetap sama walaupun polusi udara telah berkurang.

3. PATOFISIOLOGI

Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

4. MANIFESTASI KLINIK

 Bronkitis akut
 Produksi mukus kental.
 Batuk produktif dengan dahak purulen.
 Dispneu
 Demam
 Suara serak
 Ronki (bunyi paru diskontinyu yang halus atau kasar) terutama sewaktu inspirasi.
 Nyeri dada kadang-kadang timbul.
 Bronkitis kronik
 Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara, atau infeksi.
 Sesak napas dan dispneu.

5. KOMPLIKASI

 Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya dapat menyebabkan kor pulmonale.
 Dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Bronkitis akut
 Pemeriksaan sinar-X toraks mungkin memperlihatkan bronkitis akut.
 Bronkitis kronik
 Analisis gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
 Polisitemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
 Pemeriksaan sinar-X toraks dapat membuktikan adanya bronkitis kronik.

7. PENATALAKSANAAN

 Bronkitis akut
 Antibiotik untuk mengobati infeksi.
 Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak.
 Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.

 Bronkitis kronik
 Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap rokok.
 Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim-musim dingin, untuk mengurangi insidens infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
 Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat bronkitis kronik yang mirip dengan spasme pada asma kronik, maka sering diberikan bronkodilator.
 Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mukus.
 Mungkin diperlukan terapi oksigen.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.

 Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi jantung redup, warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.

 Integritas ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

 Makanan/cairan
Gejala: Mual/muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, peningkatan berat badan menunjukkan edema.
Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali.

 Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

 Pernapasan
Gejala: “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali, riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi napas: menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar, perkusi: bunyi pekak pada area paru, kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah “biru menggembung”.

 Keamanan
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.

 Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
 Interaksi sosial
Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan pengobatan/program terapeutik.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
5. Koping individu tidak efektif b/d kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.

III. INTERVENSI

1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.

Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.

Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan.
Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
6) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.

4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.

Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.

5. Koping individu tidak efektif b/d kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.

Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.

6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.

IV. EVALUASI

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3. EGC. Jakarta.

J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar