Askep Katarak

Sabtu, 29 September 2012
A.  DEFINISI
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ).  Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya.
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

B.      ETIOLOGI

  1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
  2. Trauma
  3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
  4. Penyakit sistemik (DM)
  5. Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles )

C.      PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

D.      MANIFESTASI KLINIK

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan tampak dengan oftalmoskop.  Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, emnyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.  Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

E.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

  1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
  2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,  glukoma.
  3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
  4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
  5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
  6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
  7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
  8. EKG, kolesterol serum, lipid
  9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

F.      PENATALAKSANAAN

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
  1. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
  1. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.

G. PENGKAJIAN.KEPERAWATAN

  1. Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
  1. Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap.  Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air mata.
  1. Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau   tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

  1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan TIO ditandai dengan :
˜       Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman penglihatan
˜       pandangan kabur, dll
Tujuan :
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
-         Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
-         Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
-         Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
-         Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
-         Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
-         Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
-         Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
-         Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
-         Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
-         Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,  Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.  Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
-         Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
-         Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.
  1. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :
˜       menurunnyaketajaman penglihatan
˜        perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
-         Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-         Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
-         Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
-         Orientasikan klien tehadap lingkungan
-         Observasi tanda-tanda disorientasi.
-         Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
-         Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
-         Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
-         Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
  1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,  pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif, yang ditandai dengan :
˜       pertanyaan/pernyataan salah konsepsi
˜        tak akurat mengikuti instruksi
˜       terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
-  Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin,  beritahu untuk melaporkan -  penglihatan berawan.
-  Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
-  Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
-  Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
-  Dorong aktifitas pengalihan perhatian.
-  Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.
-  Anjurkan klien tidur terlentang.
-  Dorong pemasukkan cairan adekuat.
-   Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC

Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC

0 komentar:

Posting Komentar